RAJA SITOLU TALI PAOPAT BORUNA MARGA MALAU
RAJA SITOLU TALI PAOPAT BORUNA MARGA MALAU RAJA SITOLU TALI PAOPAT BORUNA MARGA MALAU Oleh Boman Turnip di ARSIP TAROMBO TURNIP (Berkas) • Sunting Dokumen Turnip,Sidauruk dan Sitio merupakan Marga pertama yang membuka perkampungan di Wilayah kenegerian Simanindo seiring perjalanan waktu ketiga Marga ini berkembang dan semakin banyak yang mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggal dalam satu perkampungan (Huta), maka terjadilah pembukaan perkampungan baru (Huta) oleh masing-masing Marga untuk mengantisipasi padatnya penduduk yang tinggal dalam satu kampung ,”adapun yang dimaksud dengan kampung atau Huta disini adalah persekutuan masyarakat yang paling kecil yang dibentuk oleh satu Marga yang mulanya mereka tinggal di kampung induk tetapi karena penduduknya yang terus berkembang menyebabkan dibukanya Huta-Huta yang baru.” Oleh kerena jumlah penduduk yang semakin banyak dan jumlah Huta yang baru pun bertambah dan ketidak teraturan atara Huta dan Marga terjadi Maka untuk mencegah ketidak teraturan antar Huta dan Marga oleh raja Huta masing masing dibentuklah satu aturan adat yang terhimpun dalam satu Wilayah Bius. “Bius merupakan suatu Wilayah dari sejumlah Huta yang tergabung menjadi satu dengan mengabaikan perbedaan Marga.” Maka oleh karena dulunya yang tinggal di Wilayah kenegerian semanindo adalah Marga Turnip,Sidauruk,dan Sitio maka semua Huta yang dibuka oleh ketiga Marga ini terhimpun dalam satu Bius,dari sumber yang penulis dapat mengatakan bahwa pusat Bius yang ada di Wilayah Simanindo dulunya berpusat di Huta ginjang namun sumber lain mengatakan berpusat di Huta Hatoguan/lumban Toguan,namun bila dilihat letak dari dimana dulunya ketiga Marga ini mengadakan upacara pesta pemujaan dan rapat maka penulis perkesimpulan Huta Hatoguan/Lumban Toguan merupakan pusat Bius di Wilayah ini dengan alasan bahwa letak lokasi tempat upacara dan rapat “parBiusan” ini letaknya tepat disamping Huta hatoguan/lumban toguan sebelah atas.Namun jauh sebelum Bius dibentuk di Wilayah kenegerian Simanindo untuk ketiga Marga Turnip,Sidauruk dan Sitio sudah memiliki persamaan dan kesamaan dalam hal ugamo/kepercayaan yaitu kepercaya terhadap Hahomion Situngko Nabolon.oleh karena kesamaan kepercayan inilah maka ketika Bius diWilayah ini terbentuk tetap mengikuti kepercayaan sebelumnya,dan dalam setiap melaksanakan upacara untuk pemujaan Situngko Nabolo maka Marga Sitio lah yang memimpin upacara karena Marga Sitio adala merupakan Pande Nabolon yang pemimpin sipiritual dari Bius di Wilayah ini,dan dalam keseharian dalam sistem Bius,Marga Turnip merupakan pemimpun dari Bius dan Sidauruk sebagai penasehat yang secara gari keturunun bahwa Turnip merupakan abang dari Sidauruk dan Sidauruk adalah abang dari Sitio,namun seiring perjalanan waktu oleh dikarenakan masuknya pengaruh kolonialis Belanda di Samosir terjadilah pergeseran sistem Bius di Wilayah ini,konon pada saat itu kolonialis Belanda meminta utusan dari setiap Bius untuk hadir dipangururan,mendengar hal ini Marga Turnip yang pada saat itu tidak mengetahu maksud dari Kolonial merasa takut dan curiga bila mana nanti maksud dari Belanda tersebut hendak membunuh para pemimpin Bius disamosir maka sebagai pemimpin Bius di utuslah Marga Sidauruk untuk memenuhi panggilan belanada yang pada akhirnya panggilan Belanda tersebut adalah untuk mengangkat pemimpin Bius secara resmi oleh Belanda untuk selanjutnya dapat ditata oleh Belanda sendiri,dari sejak itu resmilah Sidauruk menjadi pemimpin Bius diWilayah kenegerian Simanindo,oleh karena Sidauruk memangku pimpinan Bius di Wilayah Simanindo maka setiap pelaksanaan acara-acara Bius maka Sidauruklah yang berperan sebagai pemimpin setiap acara ,rasa sungkan pun terjadi oleh karena Sidauruk secara garis silsilah merupakan adik dari Marga Turnip yang pada saat itu semua Bius yang ada diWilayah samosir dipimpin oleh Marga yang paling sulung,oleh kerena inilah maka timbullah sebutan di dalam Bius Wilayah Simanindo istilah “Haha diharajaon,anggi di partubu” yang artinya abang dalam sistem kerajaan dan adik dari garis kelahiran dan pada saat itu Marga Malau yang tinggal di Huta Malau dan banjar Malau yang tergabung ke Bius pangururan beralih ke Bius Wilayah Simanindo yang dipimpin oleh Sidauruk yang mana Marga Malau yang dari Huta Malau dan Banjar Malau ini merupakan Helanya Sidauruk dan peran Malau selanjunya ikut dalam setiap acara upacara Bius Wilayah Simanindo dan peranan Marga Malau adalah sebagai boru dari ketiga Marga Turnip,Sidauruk,dan Sitio dan sejak itulah terjadilah keterikatan keempat Marga ini di Wilayah Simanindo dengan sebutan “Raja Sitolu Tali Paopat Boruna” yaitu Sidauruk,Turnip,Sitio dan Malau yang di Huta Malau dan Banjar Malau sebagai Boru,menurut sumber penulis mengatakan persekutuan Raja Sitolu Tali Popat boruna masih dilaksanakan sampai pada Negara Indonesia sudah merdeka namun lambat laun persekutuan ini tidak lagi dilaksanakan pada pelaksanaan setiap acara adat untuk ke Empat Marga ini. Jadi Raja Sitolu Tali Paopat Boruna” menurut penulis bukan lah padan melain kan sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Bius yang ada di Wilayah Simanindo untuk mengatur dan menata setiap pelaksanaan setiap acara-acara adat yang lambat laun oleh generasi dari setiap Marga ini menganggap ini adalah satu ikrar/padan,namun jauh sebelum sistem Sitolu Tali Paopat Borunya antara Marga Turnip,Sidauruk,Sitio telah ada hubungan secara spiritual yaitu Hahomion Situngko Nabolon dan menurut penulis antara marga Turnip,Sidauruk dan Sitio lah yang memiliki ikrar/padan yang mana menurut sumber penulis mengatakan bahwa ketiga marga ini tidak beloh berselisih karena mereka terikit hubungan seperti saudara kandung meskipun ketiganya berasal dari leluhur yang berbeda ,dan selanjutnya peranan marga Malau juga menjadi keyakinan bagi generasi selanjutnya yang tergabung dalam Hahomion Situngko Nabolon. Inilah penjelasan uraian singkat mengenai Raja Sitolu Tali Paopat Boruna Marga Malau. Dari urain diatas maka timbul pertanya sebagai generasi muda dari generasi penulis Marga Turnip yaitu haruskan sistem ini ditiadakan atau tetap di pertahankan?pertanyaan ini timbul melihat perbedaan pemahaman yang ada di keempat Marga ini tentang keberadaan Raja Sitolu Tali saat ini yang sudah hampir tidak pernah lagi dilaksanakan dalam tiap acara adat di wilayah Simanindo. Penulis, Boman Turnip. Nb: 1. Penulis mengharapkan masukan yang membangun 2. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendeskriminasikan salah satu Marga 3. Penulis masih tetap menelusuri lebih lanjut tentang hal ini 4. Bila ada yang kurang berkenan atas uraian penulis mohon maaf karena keterbatasa sumber dan informasi yang penulis dapat
Langganan:
Postingan (Atom)
Molo secara silsilah Sidauruk ise do oppungna, dohot Sitio ise do oppungna.
BalasHapus